Ajeng Raviando: Membangun Bisnis Boneka Bermodal 100 Ribu



Oleh : Rahmi

Hobi mengkoleksi boneka ternyata bisa mendatangkan untung melimpah, itulah yang kini dirasakan oleh Ajeng Raviando, pemilik toko boneka Alang-alang Gift Shop. Kegemarannya sejak kecil mengkoleksi boneka kemudian menginspirasi wanita kelahiran 15 Mei, 34 tahun silam ini untuk berjualan dan memproduksi sendiri boneka kreasinya.

Sebelum Alang-alang berdiri di tahun 1997, ia tak pernah menyangka akan bergelut di bisnis boneka. Suatu hari, saat penat dengan aktifitas dan tugas kampus, ia bertemu sepasang suami istri asal Korea yang mendirikan stand boneka di sebuah pameran.

"Mungkin Byong Mun Gil dan Sonu Gil melihat saya tertarik, mereka menawarkan untuk iseng-iseng berjualan. Dia juga memberikan alamat pabrik miliknya di daerah Ciawi," kenang Ajeng. Tanpa pikir panjang, ia pun langsung memborong satu karung boneka yang harganya sangat murah. Dengan uang tak lebih dari 100 ribu, ia mendapatkan 100 boneka.

Awalnya, ia mencoba menjajakan boneka secara words of mouth, alias dari mulut ke mulut, melalui teman-teman satu kampus di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Tak dinyana, boneka yang ia tawarkan mendapat respon positif dan cepat habis terjual. Bahkan sampai ke fakultas lain. Maklumlah, boneka-boneka tersebut merupakan sisa ekspor dengan brand ternama yang di toko pasti mahal harganya.

Sejak saat itu, ia pun mulai mengikuti berbagai pameran atau malam pencarian dana yang diselenggarakan fakultas dan kampusnya. "Mulai banyak langganan yang minta beragam boneka. Dulu waktu di kampus saya juga dikenal sebagai Ajeng boneka," katanya tertawa. Sejak saat itu pula, orderan meroket tajam dan sempat membuatnya kewalahan.

Akhirnya dengan modal pas-pasan, Ajeng mencoba mendirikan sebuah toko sederhana untuk menampung semua bonekanya. Awalnya, toko ini menjual boneka-boneka sisa ekspor dengan harga miring. Tapi karena pemasoknya bangkrut dan pabrik lainnya pindah ke Vietnam, akhirnya ia berusaha membuat boneka hasil kreasi sendiri.

"Dulu tinggal enak menerima stok boneka, tapi kemudian saya mulai kesulitan mendapat barang. Padahal konsumen mulai banyak, tapi barangnya malah tidak ada," kata wanita yang aktif menulis di sebuah majalah wanita ini.

Kini Alang-alang bukan saja sebagai distributor, tapi juga produsen boneka karena ia menjalin menjalin kerja sama dengan pabrik skala kecil dengan pembagian50-50. “Saya yang mengurus desain dan pemasarannya, sedang teman saya mengelola produksi,” terang Ajeng.

Sempat Dibajak
Bila Anda pernah membeli atau melihat boneka berbentuk pisang, itu adalah salah satu hasil rancangan Ajeng. Sayangnya, boneka tersebut sempat dibajak orang. Tapi itu tak membuatnya berhenti berkreasi, meski kesal, Ajeng menganggap semua itu tantangan yang harus dihadapinya.

Agar tidak terjadi lagi, ia pun mengubah siasat dengan memproduksi tak lebih dari 500 boneka saja. "Karena kalau kelihatan laku, pasti akan langsung ditiru," gerutu ibu dari Audrey Rania Raviando dan Aurelle Genewa Raviando.

Dalam menggaet pelanggan, ia punya strategi jitu yang unik. Pelanggan yang membeli dalam jumlah besar dan membayar di muka, dapat menukarkan kembali boneka yang dibeli sesuai dengan uang yang telah dikeluarkan. Batas waktu penukarannya pun dibatasi, yaitu dua minggu hingga satu bulan dari tanggal pembelian. "Dengan begitu barang yang ditukar masih tampak bersih dan bagus, sehingga bisa di jual kembali," terangnya.

Dalam membuat boneka, Ajeng mengaku tak mau sembarangan. Ia memiliki standar khusus dari sisi kualitas dan bahannya langsung dibeli di Korea. Walau impor, ia menjamin tidak memasang harga mahal dan pasti lebih murah dari toko serupa di mal-mal ternama.

Nyaris Gulung Tikar
Kini toko yang berlokasi di Jl. Tebet Barat No. 64, Jakarta, terbilang sukses dan memiliki pelanggan yang tersebar di berbagai wilayah Jakarta hingga luar negeri. Tapi kesuksesan ini bukannya tanpa hambatan, beberapa tahun silam saat krisis moneter melanda, usahanya hampir saja gulung tikar akibat modal yang kian menipis. Untunglah ia mampu mengatasinya, sehingga bisa tetap eksis hingga saat ini.

"Waktu itu aku deg-degkan banget. Tapi ternyata orang justru banyak mengambil boneka ku untuk dijual kembali sebagai penghasilan tambahan mereka," ujarnya.

Sekarang boneka hasil kreasinya juga telah tersedia di beberapa departement store, tiap bulannya mereka memesan sekitar 1500 hingga 2000 boneka. Terutama saat Valentine dan Natal, penghasilan Ajeng bisa dua kali lipat dibanding hari biasa. "Maklum, pelanggan Alang-alang kebanyakan ABG," katanya. Tapi ketika ditanya berapa omsetnya, ia mengelak. "Wah, kalau itu rahasia perusahaan. Tapi lumayan lah,” jawabnya diplomatis.

Untuk memudahkan pelanggan, sekarang ia sudah membuka cabang di kawasan Kebayoran. Boneka yang dijual pun tak hanya bikinan sendiri, tapi juga boneka-boneka impor merek ternama asal cina seperti Nici, Tazmania, Disney dan Happy House.

Saat ini Alang-alang banyak mendapat order untuk perusahaan yang membutuhkan gimmick, misalnya bank yang memberikan gift boneka untuk nasabah saat membuka tabungan, investasi reksadana, dan lainnya. Selain itu ia tengah merambah ke bisnia baby gift parcel berdasarkan permintaan dari perusahaan, misalnya hadiah yang berguna bagi karyawan yang habis melahirkan. Sukses di toko boneka bukan berarti Ajeng tak punya impian lain, sebagai seorang psikolog, wanita berambut panjang ini masih ingin mendirikan sebuah playgroup. (Izoel)

No comments: